Lima, liman, dan kaifa. Mengapa, karena siapa, dan bagaimana. Visi, misi, landasan, maksud dan tujuan; niat dan motivasi; kaifiat, mekanisme, srategi, atau cara, senantiasa wujud menyertai setiap tindakan dan perbuatan manusia di dunia ini ketika ia menghendaki dan mengupayakan suatu pencapaian.

Pertanyaan-pertanyaan ini wajib dipedulikan untuk disertakan dan dibaurkan jawabannya ke dalam setiap perkataan dan tindakan, ketiadaan jawaban atau ketidakbenaran jawaban, menunjukkan betapa direndahkannya arti atau nilai dari wujud kemanusiaan.

Binatang-binatang di darat, laut, dan udara, semua telah memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan itu dengan tepat, cermat, dan benar. Demikian pula benda-benda antariksa, bumi dengan segala isi perutnya, serta laut dengan seluruh kekayaannya, jawaban-jawabannya benar karena senantiasa bertasbih dan bersujud kepada Khaliknya. Firman Alah SWT.,

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ 
وَإِن تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى
Lahu ma fee alssamawati wama fee alardi wama baynahuma wama tahta alththara 
Wain tajhar bialqawli fainnahu yaAAlamu alssirra waakhfa

Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (QS. Thaha(20): 6-7)

Ketika tanggung jawab terhadap alam ini ditawarkan kepada malaikat, mereka menolak. Lalu ditawarkan kepada gunung-gunung, mereka pun menolak. Akhirnya ditawaran kepada manusia, mereka menerima. Penerimaan manusia itu bukan kerena keperkasaan atau kearifan, melainkan karena kedzaliman dan kejahilan. Ya, itulah manusia yang dzalim, tamak, dan jahil. Allah SWT. berfirman,

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Inna AAaradna alamanata AAala alssamawati waalardi waaljibali faabayna an yahmilnaha waashfaqna minha wahamalaha alinsanu innahu kana thalooman jahoolan

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab(33): 72)

Sesungguhnya permasalahan yang paling mendasar dan senantiasa urgen dalam setiap waktu dan tempat bagi manusia adalah bagaimana manusia dapat memanusiakan dirinya. Dirinya artinya hati nurani dan pikirannya yang akan memproses segala permasalahan yang masuk ke dalamnya, lalu bersinergi dengan saraf-saraf di seluruh badannya. Dengan demikian akan tercipta alur komunikasi yang lancar dan jernih antara hati dan pikirannya yang pada waktunya akan melahirkan khuluq dan akhlakul karimah.

Jika seorang pedagang hanya memikirkan laba, setiap saatnya menghitung, pagi sore dan petang, hatinya akan panas, kering, dan mengeras lalu membatu, bahkan lebih keras lagi, sehingga sama sekali tidak lagi dapat menyerap norma-norma apalagi hidayah Allah SWT. karena memandang kehidupan di sekililingnya dengan kacamata laba. Si miskin, si lemah, si bodoh, semua dipandang demi pertambahan laba. Tiada lagi belas kasihan, tega hatinya untuk mengisap darah dan keringat mereka demi kocek yang makin menebal, meskipun sebenarnya hanya bentuk angka-angka dan benda-benda. Habislah waktunya hanya untuk demikan. Pernah pun ia tampil baik, berbudi, dan penuh perhatian kepada orang lain, terutama yang lemah, itu sekadar pencitraan dalam menaikkan laba yang menjadi Tuhan bagi dirinya.

Melihat yang lebih kaya, yang lebih berjabatan, lebih kuat, tidak sungkan untuk menyuap bahkan menjilat tidak lain demi angka-angka dan benda-benda. Jika ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan, niat, bagaimana dan mau ke mana, pasti jawabannya benar menurut hawa nafsu dan birahinya, tetapi pasti salah menurut Sang Khaliq Yang telah menciptakan dirinya.

Demonstrasi menjadi ajang dan sarana menyampaikan aspirasi yang pada saat ini dianggap paling efektif, pressure group dianggap merupakan kemestian untuk mencapai maksud dan tujuan, mahasiswa, karyawan, dan masyarakat pada umumnya, jika tanpa memiliki landasan akidah, lalu dicari kaifiat yang lebih berakhlak, mereka hanya akan menjadi komoditas dan alat yang dimanfaatkan oleh sekelompok manusia yang memiliki kepentingan sempit sesaat. Mereka tak ubahnya buih di atas air bah yang terhanyutkan ke mana pun air itu membawanya mengalir. Celakanya, kejadian ini dialami oleh yang mengaku Islam.

Seseorang pergi ke kantor setiap pagi untuk pulang pada sore harinya. Terkadang tidak jarang ia harus pulang malam. Apa yang diperjuangkannya? Bila berangkat pada hari itu karena agar dapat berangkat lagi esok harinya, habis waktu hanya untuk demikian. Tak ubahnya seorang petani. Setiap pagi berangkat untuk mengurus sawah dan tanamannya, ia mengurus semua itu agar dapat makan, dan ia makan agar dapat terus bercocok tanam. Habis waktu hanya untuk demikian.
Jika diperhatikan sabda Rasulullah SAW.,
"Bahwa iman itu ada 77 cabang. Yang paling tingginya adalah kalimat Lailahaillallah dan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan ramai dan rasa malu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Setiap Muslim sepanjang hidupnya dituntut untuk beramal saleh. Beramal saleh ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi setiap amal saleh itu tidak boleh terlepas dari keimanan berdasarkan Lailahailallah. Itu sebabnya berpuluh-puluh ayat di dalam Al-Qur'an senantiasa menggandengkan amal saleh dengan keimanan.

Amal saleh hanya akan tercipta dari rasa mahabah kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya. Rasa mahabah kepada Allah dan Rasul-Nya yang hakiki mesti akan menghilangkan iri dengki, benci, dan sifat menghasut. Hal ini pernah ditawarkan oleh Rasulullah SAW. dengan sabdanya,
"Maukah kalian aku tunjukkan kepada amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum dan sedakah? Yaitu memperbaiki hubungan dua orang yang sedang berselisih. Sesungguhnya rusaknya hubungan itulah yang merusak." (HR. Abu Daud dan Attirmidzi)

Di atas landasan tauhidullah, mahabah itu bisa dikembangkan khususnya di antara manusia menjadi situasi takaful (saling menanggung/saling peduli), ta'awun (saling menolong), tanashur (saling mendukung), dan tarahum (saling mengasihi). Situasi seperti ini sebenarnya merupakan cita-cita seluruh umat Islam di mana pun dan kapan pun. Karena apalah artinya shalat, shaum, zakat, infak, dan sedakah bila semua pengerjaannya dilandasi oleh sifat-sifat iri dengki dan saling menghasut, yang bermuara pada kedzaliman.

Cita-cita yang amat luhur ini, sebenarnya dengan segera dapat tercipta apabila semua individu memulai setiap pekerjaan dan perkataannya atas dasar keimanan kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya. Cinta atau rasa mahabah di antara manusia. Hal ini dahulu disampaikan oleh Rasululah SAW. ketika menjawab pertanyaan seorang laki-laki tentang kepada siapa dia harus berbuat baik,
"Ibumu, ibumu, ibumu." Kemudian siapa lagi? "Bapakmu." Kemudian siapa lagi, "Keluarga yang paling dekat kepadamu kemudian keluarga yang dekat." (HR Muslim)

Bila setiap individu mendapatkan situasi yang kondusif untuk takaful, ta'wun, tanashur, dan tarahum dimulai dari rumah tangganya, niscaya ia akan keluar rumah dengan membawa suasana itu, di sekolah, di kantor, di sawah, di ladang, dan di tempat-tempat lainnya. Bila demikian keadaannya, termaknakanlah kata-kata rahmatan lil 'alamin. Oleh karena itu, lebih baik segera habis waktu dalam keridhaan Allah SWT. daripada masih panjang waktu dalam kemurkaan-Nya. ***

[Ditulis oleh WAWAN SHOFWAN SHALEHUDDIN, Ketua Bidang Da'wah PP. Persis. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 28 Februari 2013 / 17 Rabiul AKhir 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Wama khalaqtu aljinna waalinsa illa liyaAAbudooni
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat(51): 56)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa tujuan Allah SWT. menciptakan manusia adalah agar manusia mencari keridhaan-Nya, karena dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya akan melahirkan kecintaan dan keridhaan Allah SWT.

Oleh karena itu, keridhaan Allah SWT. terletak pada segenap perintah-perintah-Nya yang disampaikan oleh Allah SWT. kepada Rasulullah SAW., baik berupa Al-Qur'anulkarim, hadits qudsi-Nya, maupun melalui sabda-sabda Rasulullah SAW.

Allah SWT. berfirman,

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Wama yantiqu AAani alhawa 
In huwa illa wahyun yooha
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS. An-Najm(53): 3-4)

Keridhaan Allah merupakan anugerah terbesar yang diberikan Allah SWT. kepada orang-orang yang menepati jalan keridhaan-Nya. Ia merupakan puncak dari berbagai anugerah yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah SWT. dan sabda Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya,

قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Qala Allahu hatha yawmu yanfaAAu alssadiqeena sidquhum lahum jannatun tajree min tahtiha alanharu khalideena feeha abadan radiya Allahu AAanhum waradoo AAanhu thalika alfawzu alAAatheemu
Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar. (QS. Al-Maidah(5): 119)

Dalam ayat lain,

وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ۚ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
WaAAada Allahu almumineena waalmuminati jannatin tajree min tahtiha alanharu khalideena feeha wamasakina tayyibatan fee jannati AAadnin waridwanun mina Allahi akbaru thalika huwa alfawzu alAAatheemu
Allah menjanjikan kepada orang-orang Mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. At-Taubah(9): 72)

Rasulullah SAW. bersabda,
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman kepada perighuni surga, 'Wahai ahli surga!' Maka mereka menjawab, 'Ya Tuhanku, kami memenuhi seruan-Mu dan berkat-Mu serta segala kebaikan berada di tangan-Mu.' Allah berfirman, 'Apakah kamu rela?' Mereka berkata, 'Ya Tuhan kami, tidak selayaknya kami untuk tidak ridha padahal Engkau telah menganugerahkan kepada kami sesuatu yang tidak dianugerahkan kepada seorang pun di antara makhluk-Mu.' Maka Allah berfirman, 'Ketahuilah, maukah kamu Kuberi sesuatu yang lebih baik daripada itu?' Mereka menjawab, 'Ya Tuhanku, apakah sesuatu yang lebih baik daripada nikmat itu?' Allah berfirman, 'Aku tetapkan kepadamu keridhaan-Ku. Setelah ini, Aku tidak akan pernah murka kepadamu'." (HR. Muslim dari hadits Malik)

Sebagai makhluk dan hamba Allah SWT. sudah seharusnya apa yang kita lakukan dalam kehidupan dunia ini hanyalah bertujuan untuk mencari keridhaan yang telah menciptakan kita, Tuhan kita, Allah SWT. Bila hal ini sungguh-sungguh kita lakukan, hal yang paling utama yang akan kita dapatkan adalah tercurahkan keridhaan Allah SWT. kepada diri kita. Allah SWT. berfirman,

رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
radiya Allahu AAanhum waradoo AAanhu
Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. (QS. Al-Bayinah(98): 8)

Selain itu, Allah akan menunjuki kita kepada jalan-Nya (QS. Al-Ankabut(29): 69), akan mendapatkan pahala yang besar (QS. Al-Ahzab(33): 29), mendapatkan syafaat dari Allah SWT. dan dari orang-orang yang diizinkan-Nya untuk memberikan syafaat (QS. Al-Anbiya(21): 28), akan mendapatkan kitab dari sebelah kanan (QS Al-Haqqah(69): 19-21), dan akan dimasukkan ke dalam surga-Nya (QS. At-Taubah(9): 100).

Hal ini didapatkan oleh orang yang mencari keridhaan Allah karena ia mengerahkan segenap daya dan kekuatannya untuk menjadikan apa yang dilakukannya sesuai dengan yang diridhai-Nya. Selain itu, menelan apa pun yang diterimanya dengan rasa senang dan ridha kepada Allah sehingga hidupnya senantiasa berada dalam naungan keridhaan Allah SWT. Untuk itu, mencari keridhaan Allah dapat diwujudkan dengan ridha dan merealisasikan keridhaan kita terhadap apa-apa yang diridhai oleh Allah SWT., di antaranya,

Pertama, ridha terhadap agama-Nya, yakni agama Islam. Islam adalah agama yang diridhai-Nya, sebagaimana firman-Nya,

 إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Inna alddeena AAinda Allahi alislamu
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali-Imran(3): 19)

Dalam ayat lain,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
alyawma akmaltu lakum deenakum waatmamtu AAalaykum niAAmatee waradeetu lakumu alislama deenan
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS Al-Maidah(5): 3)

Keridhaan kita terhadap Islam diwujudkan dengan melaksanakan ajaran Islam secara kafah (menyeluruh). Tidak setengah-setengah, sebagaimana firman Allah SWT.,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Ya ayyuha allatheena amanoo odkhuloo fee alssilmi kaffatan wala tattabiAAoo khutuwati alshshaytani innahu lakum AAaduwwun mubeenun
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah(2): 208)

Kedua, ridha dengan takdir atau ketentuan-Nya. Hal ini direalisasikan dengan sikap syukur ketika kebaikan menimpanya dan sikap sabar ketika keburukan menimpa dirinya. Allah SWT. berfirman,

وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
wain tashkuroo yardahu lakum
Dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu. (QS. Az-Zumar(39): 7)

Ketiga, berusaha mendapatkan keridhaan orang tua, sebab keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orangtua.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan orangtua dan kebencian Allah bergantung kepada kebencian orangtua."

Hal ini direalisasikan dengan berbuat baik kepada kedua orangtua kita dan tidak menyakiti keduanya. Allah SWT. berfirman,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Waqada rabbuka alla taAAbudoo illa iyyahu wabialwalidayni ihsanan imma yablughanna AAindaka alkibara ahaduhuma aw kilahuma fala taqul lahuma offin wala tanharhuma waqul lahuma qawlan kareeman 
Waikhfid lahuma janaha alththulli mina alrrahmati waqul rabbi irhamhuma kama rabbayanee sagheeran
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.' (QS Al-Isra(17): 23-24)

Akhirnya, mari kita renungi dan kita amalkan doa yang diajarkan Rasulullah SAW. kepada kita agar kita bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya dan dapat meraihnya,
"Allaahumma Inni As Aluka Ridaaka Wai Jannah Wa A'uzubika Min Sakha-thika Wannaar." Artinya, "Ya Allah, aku memohon daripada-Mu keridhaan-Mu dan surga, dan aku memohon perlindungan daripada kemurkaan-Mu dan daripada azab api neraka." (HR. Timidzi dan Ibnu Majah)

Amin.

Wallahu'alam.***

[Ditulis oleh H. MOCH HISYAM, Ketua DKM. Al-Hikmah RW 7 Sarijadi Bandung, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kelurahan Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 22 Februari 2013 / 11 Rabiul Akhir 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Banyak pertanyaan yang diajukan kaum Muslimin berkaitan dengan doa. Ustadz, mengapa doa-doa saya tak terkabul? Mengapa doa di Tanah Suci sepertinya lebih mantap, apakah doa harus ke Tanah Suci?

Sesungguhnya Allah mewajibkan kita banyak berdoa kepada-Nya. Allah juga senang apabila kita malah banyak berdoa bukan sebaliknya. Allah menjanjikan serta menjamin untuk mengabulkan doa kaum Muslimin. Tentu saja kita wajib meyakini dan mengimani janji serta jaminan itu sebagai kepastian karena itu janji dan jaminan dari Allah Yang Maha Menepati Janji.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Waitha saalaka AAibadee AAannee fainnee qareebun ojeebu daAAwata alddaAAi itha daAAani falyastajeeboo lee walyuminoo bee laAAallahum yarshudoona
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia (benar-benar) berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186)

Dalam ayat lainnya, Allah menyatakan,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Waqala rabbukumu odAAoonee astajib lakum inna allatheena yastakbiroona AAan AAibadatee sayadkhuloona jahannama dakhireena
Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan (doa) bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong diri dari beribadah (berdoa) kepada-Ku, akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina'. (QS. Ghaafir: 60)

Sementara itu, dari Abu Hurairah RA., Rasulullah SAW. bersabda,
"Barang siapa yang tidak memohon (berdoa) kepada Allah, Allah justru akan murka kepadanya." (HR. At-Tirmidzi)

Dengan merujuk ayat dan hadits itu, jelaslah bahwa doa adalah ibadah yang wajib kita tunaikan sekaligus kebutuhan asasi kita. Doa juga sebagai bukti pengakuan akan kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan diri kita sebagai hamba yang fakir dan selalu butuh kepada Allah Yang Mahakaya.



Doa juga sebagai salah satu solusi jitu, jalan keluar terbaik, dan sarana pelepasan termanjur dari berbagai himpitan kebutuhan, persoalan, serta problematika hidup. Berdoa bisa bermakna mengadukan masalah atau curhat kepada Allah. Kita seringkali merasa ringan bebannya dan menjadi plong hanya karena menemukan orang yang bersedia mendengarkan keluhan, pengaduan, dan curhatnya. Maka, bagi kita orang beriman, tentulah hanya Allah tempat mengeluh, mengadu, dan curhat terbaik.

Ada sejumlah petunjuk mengenai etika berdoa, antara lain berkaitan dengan waktu. Setiap saat adalah waktu untuk berdoa, tetapi ada waktu-waktu tertentu yang dinyatakan oleh Nabi SAW. waktu-waktu ijabah, yaitu di penghujung malam setelah shalat malam, di waktu sujud, di antara dua shalat, dan di antara adzan dan ikamah. Waktu lainnya adalah mulai turun hujan setelah kemarau, di hari Jumat, dan selama Ramadhan.

Doa juga perlu memperhatikan masalah tempat yang mustajab untuk berdoa, di antaranya di masjid, di Raudhah (Masjid Nabawi), di Arafah ketika wukuf haji pada 9 Dzulhijah, di Multazam (Masjidilharam), di Muzdalifah, ketika mabit 10 Dzulhijah, dan menghadap ke kiblat.

Berdoa juga seharusnya memperhatikan akhlak atau etika berdoa yaitu diulang tiga kali, dilakukan dengan khusyuk dan penuh kesungguhan, diawali dengan ismul adham (memuji Allah SWT.), berbaik sangka kepada Allah SWT. kalau doa akan dikabulkan, serta dinyatakan pada saat lapang dan sempit. Janganlah kita hanya berdoa ketika sempit atau membutuhkan pertolongan, tetapi saat lapang dan bahagia malah melupakan Allah SWT.

Semua doa hamba Allah yang dinyatakan dengan tulus dan ikhlas akan dikabulkan oleh Allah SWT. Wujud terkabulnya doa itu bisa macam-macam, seperti dipenuhi sesuai dengan keinginan seorang hamba dan dikabulkan setelah proses waktu sesuai dengan proses sunatullah (hukum Allah). Allah juga mengabulkan doa-doa kita, tetapi diwujudkan dalam bentuk pemberian lain karena yang diminta oleh seseorang akan dapat mencelakakan yang bersangkutan.

Selain itu, Allah mengabulkan doa dalam bentuk pahala yang akan diberikan kepada yang bersangkutan di akhirat nanti. Allah juga memenuhi doa seseorang setelah orang itu mengalami proses ujian agar yang bersangkutan dapat meningkatkan kualitas kelas keimanannya.

Dunia memang tempat ujian termasuk bagi orang-orang beriman.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Am hasibtum an tadkhuloo aljannata walamma yatikum mathalu allatheena khalaw min qablikum massathumu albasao waalddarrao wazulziloo hatta yaqoola alrrasoolu waallatheena amanoo maAAahu mata nasru Allahi ala inna nasra Allahi qareebun
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, 'Bilakah datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah: 214)

Sementara itu, dalam ayat lainnya Allah menyatakan,

الم
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Aliflammeem
Ahasiba alnnasu an yutrakoo an yaqooloo amanna wahum la yuftanoona
Aliflaam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al-Ankabut: 1-2)

Terakhir, Allah mewujudkan doa seorang hamba setelah yang bersangkutan menghilangkan sebab-sebab tidak dikabulkan doanya, seperti makanan haram, banyaknya dosa, dan kesalahan dalam berdoa. Jadi, jangan lupa berdoa. Jangan penat untuk berdoa.

Tetap berbaik sangka kepada Allah SWT. dan yakin setiap doa pasti dikabulkan Allah. ***

[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, pembina Yayasan Ad Dakwah dan DD Jabar, serta pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Manis) 21 Februari 2013 / 10 Rabiul Akhir 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah (suci) bersih dari segala dosa. Namun, dalam perjalanan hidup selanjutnya, manusia mengalami berbagai godaaan dan rayuan setan yang membujuknya untuk berbuat kemaksiatan sehingga mengotori kesucian dirinya. Berbahagialah orang-orang yang menjaga fitrahnya sampai akhir hayatnya sehingga akan memperoleh keuntungan berupa ampunan dan kasih sayang Allah, dan rugilah orang-orang yang mengotori dirinya dengan maksiat sehingga terhalang dari rahmat Allah.

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا


Qad aflaha man zakkaha
Waqad khaba man dassaha


Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syam: 9-10)

Persoalannya, bagaimana kita memenangi perseteruan untuk mencapai kesuksesan melawan kemaksiatan itu? Rasulullah Muhammad SAW. bersabda,
"Di antara kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tak berguna baginya." (HR. Tirmidzi dan lainnya)

Inilah jawaban pertama untuk memenangi pertarungan melawan kemaksiatan. Seorang Muslim harus mempunyai kesensitifan terhadap kebaikan dan keburukan. Seorang Muslim harus mampu menghindarkan diri dari hal-hal tidak berguna, mubazir, terlebih-lebih bila kemaksiatan yang menimbulkan dosa. Hati seorang Muslim sensitif menerima sinyal kebaikan, dan sensitif menolak sinyal kemaksiatan, ibarat power control yang menggerakkan atau remote yang memberi komando ke program mana yang diinginkan. Terlebih lagi bila sinyal itu datangnya dari Sang Pencipta.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ


Innama almuminoona allatheena itha thukira Allahu wajilat quloobuhum waitha tuliyat AAalayhim ayatuhu zadathum eemanan waAAala rabbihim yatawakkaloona


Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu hanyalah mereka yang apabila disebut asma Allah maka bergetarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya dan kepada Rabbnya mereka bertawakal. (QS. Al-Anfal: 2)

Kemudian,
"Barang siapa bergembira atas kebaikannya dan bersedih atas keburukannya, maka dia adalah seorang Mukmin." (Diriwayatkan Thabrani dari Abu Musa RA.)

Jika kemaksiatan merajalela dan kita tidak mempunyai sensitivitas terhadapnya, akan tampak kerusakan pada segala tataran kehidupan sebab kemaksiatan mengundang kerusakan dan bencana.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ


Thahara alfasadu fee albarri waalbahri bima kasabat aydee alnnasi liyutheeqahum baAAda allathee AAamiloo laAAallahum yarjiAAoona


Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. (QS. Ar-Rum: 41)

Musibah banjir, longsor, angin badai, gagal panen, hilangnya rasa aman, kemiskinan, itu korelasi dari perilaku kemaksiatan yang selalu berbanding lurus dengan bencana. Manusia sering tidak sensitif untuk menyadarinya. Menurut Ibnul Qoyyim al-Zauziyyah, selain mendatangkan bencana, maksiat akan berakibat menghalangi ilmu, putusnya rezeki, mendatangkan kesedihan, kesepian hati, mengundang kesulitan, melemahkan hati dan badan, sulit melaksanakan ketaatan, mengurangi umur, menghilangkan berkah, hilangnya dorongan untuk berbuat kebaikan, bertumpuknya dosa, membuat hinanya seorang makhluk di hadapan Allah, mewariskan kehinaan, merusak akal, membuat hati menjadi keras, menghilangkan rasa malu, membuat lupa kepada dirinya sendiri dan kepada Allah, menghilangkan sikap ikhsan dari pelakunya, serta yang paling penting mendatangkan bencana.

Adakah perasaan sensitif kita terhadap semua akibat maksiat tersebut? Adakah rasa takut, cemas, dan berbekas dalam hati semua akibat maksiat tersebut? Tentu saja kembali kepada kualitas keimanan kita masing-masing. Ketika seseorang melakukan kemaksiatan, iman akan berkurang, melemah, atau bahkan hilang. Sebaliknya, ketika seseorang melakukan ketaatan, iman akan naik, bertambah, dan kuat. Frekuensi iman turun naik bergantung pada pembinaan.

Kemaksiatan adalah dorongan hati yang membuat perilaku tidak lagi selaras dengan hukum alam yang digariskan Allah SWT. Ciri yang paling dominan pelaku kemaksiatan adalah perilakunya tidak ingin diketahui oleh orang lain, atau paling tidak ketika diketahui orang lain ia akan merasa malu telah melakukannya. Ketika kemaksiatan telanjur dilakukan akan membuat si pelakunya menjadi sempit bergerak dan susah dunia akhirat.

Dalam hal ini, Allah berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ


Waman aAArada AAan thikree fainna lahu maAAeeshatan dankan wanahshuruhu yawma alqiyamati aAAman


Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (QS. Thaha: 124)

Di dunia pelaku maksiat akan selalu mengasingkan diri, bersembunyi, berbohong, gelisah. Ruang geraknya menjadi terbatas karena takut diketahui oleh orang lain, takut oleh polisi, KPK, bahkan akan takut dengan raungan sirene ambulans yang lewat, padahal hanya pengangkut jenazah. Pelaku maksiat akan terpuruk di sudut-sudut penjara yang sempit, di tempat-tempat pengasingan, tempat persembunyian dengan kewaspadaan superketat karena takut bertemu dengan orang kenal.

Sebagian ulama menafsirkan "kehidupan yang sempit" pada ayat di atas adalah siksa kubur. Bagaimana tidak, siksa kubur adalah bagian episode permulaan dari rentetan penderitaan yang akan dialami oleh manusia sebelum menuju alam akhirat. Alam kubur adalah alam yang sempit, gelap, yang dijaga oleh para malaikat yang bengis dan kejam bagi pelaku kemaksiatan. Hal itu pun wajib dipercaya sebagai bagian dari keimanan kita kepada alam gaib. Masihkah kita sensitif dan punya rasa takut dengan siksa kubur, sehingga kita berhenti bermaksiat?

Wallahualam.***

[Ditulis oleh H. AGUS ISMAIL, imam dan khatib Jumat, tinggal di Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 8 Februari 2013 / 27 Rabiul Awal 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Bulan Rabiul Awal atau Maulud identik dengan bulan kelahiran Nabi Muhamamd SAW. Seorang manusia yang termulia dan amat luar biasa (insan kamil), pembawa agama yang terakhir yang paling benar keberadaannya di sisi Allah. Pembawa risalah kenabian terakhir dengan perantaraan kalam-Nya yang mulia.

Muhammad sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Sosok yang agung dan sempurna, sang penggenggam tampuk keagungan dalam keilmuan, ketokohan, maupun kekuasaan yang teramat agung. Namun, Muhammad juga sosok yang manusiawi sehingga bisa ditiru karena Muhammad juga seorang ayah yang amat dikagumi oleh anak-anak, baik anak kandung maupun anak angkat. Seorang suami yang amat dicintai dan dihormati oleh istri-istrinya. Seorang kepala negara dan ahli strategi yang sangat dikagumi dan dihormati oleh rakyatnya.

Selain itu, Muhammad juga seorang yang disegani oleh musuh-musuhnya sekaligus dicintai mereka secara sembunyi-sembunyi. Nabi memiliki sejuta predikat. Tulisan ini mengemukakan sebagian kecil dari sekian kesempurnaan yang dimiliki Rasulullah SAW.

Pertama, Nabi Muhammad SAW. merupakan sebab pertama diciptakannya makhluk. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT. berfirman,
"Kalau tidak karena engkau wahai Muhammad, Aku tidak akan menciptakan alam semesta ini."
Artinya, kalau tidak karena Nabi Muhammad SAW. maka Allah tidak akan menciptakan alam semesta ini. Di sisi lain disebutkan dalam sebuah hadits bahwa makhluk yang pertama diciptakan adalah nur Nabi Muhammad dan dari nur itu Allah menciptakan alam semesta serta makhluk lainnya.

Kedua, secara fisik Nabi Muhammad SAW. juga menawan.
"Bahwasanya aku hanyalah manusia biasa sama seperti kalian." (HR. Bukhori dan Muslim; bersumber dari sahabat Abdullah bin Zubair al-Khuza'i)
Nabi Muhammad SAW. adalah benar seorang manusia biasa, namun Beliau luar biasa dari sisi aspek lainnya karena Beliau memiliki perbedaan yang prinsipil dan fundamental dari seluruh manusia lainnya. Sekalipun ciri-ciri fisik dijelaskan dalam beberapa hadits tetapi Beliau merupakan sosok yang dilarang diwujudkan dalam bentuk gambar secara visual.

Beberapa hadits menjelaskan ciri fisik Nabi Muhammad SAW.
"Postur tubuh Rasulullah SAW. tidak terlalu tinggi dan tidak pendek. Kulit beliau tidak terlalu putih dan tidak gelap. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan tidak lurus tergerai. -al-hadits-" (HR. Bukhari, Muslim, Malik, Tirmidzi, dan Ahmad yang bersumber dari riwayat Anas bin Malik RA.)
Pada hadits lain disebutkan,
"Saya belum pernah melihat seseorang yang ujung rambutnya menyentuh bagian bawah telinganya serta mengenakan baju berwarna merah yang lebih gagah daripada Rasulullah SAW. Rambut beliau sepundak, kedua bahunya lebar, dan postur tubuh beliau sedang." (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Abu Daud yang bersumber dari riwayat Al-Bara' bin Azib)

Ketiga, Nabi Muhammad SAW. sebagai kepala rumah tangga dan ayah. Hampir semua putra-putri Nabi Muhammad SAW. didapatkan dari satu istri saja, yaitu dari Khadijah binti Khuwailid, kecuali Ibrahim yang dllahirkan oleh Mariyah al-Qibthiyyah. Dalam berumah tangga, Nabi tidak pernah sekali pun melakukan kekerasan kepada istri-istrinya, anak-anak, cucu, maupun anggota keluarga lainnya.
Nabi Muhammad SAW. selalu memperlakukan semua istrinya dengan santun, persuasif, dan adil. Tak satu pun di antara istrinya yang mendapatkan perlakuan lebih (diskriminatif), kecuali memang hal itu telah disepakati oleh para istri. Padahal, rumah Nabi berupa bilik sederhana. Rasa kasih sayang, perhatian, kemandirian, serta kewibawaannya membuat istri-istrinya selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan ridha dan perhatian dari suami tercintanya ini.

Nabi biasa mencium anak-anaknya, ataupun cucu-cucunya, dengan penuh kasih sayang, ketika masyarakat Arab saat itu menganggap perlakuan itu tidak biasa dan aneh. Beliau biasa membawa main anak dan cucunya, sampai-sampai apabila sedang shalat kemudian datang di antara mereka mendekati, maka Nabi langsung menggendongnya selama shalat dan menurunkannya ketika hendak ruku' dan sujud.

Itulah karakteristik dasar Nabi Muhammad SAW. Malu rasanya kita menceritakan keagungan sosok mulia ini karena kita belum mampu bersikap seperti itu. Terlebih sikapnya yang begitu hormat kepada orang yang lebih tua darinya. Nabi sangat menghormati orang-orang yang lebih tua dan dan selalu mendoakan mereka.

Bagi Nabi, semua orang yang pernah menjadi bagian dalam hidup baik saat ini maupun masa yang telah berlalu, adalah bagian dari keluarganya yang wajib dihormati dan diberikan curahan kasih sayang. Sampai-sampai Aisyah RA. pernah menyampaikan,
"Rasulullah SAW. tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya sendiri, seorang wanita atau seorang budak sahaya perempuan." (HR. Muslim)

Ya, Allah semoga kami bisa meneladani Nabi Muhammad SAW. Muhammadkan kami ya Allah.***

[Ditulis oleh H. HABIB SYARIEF MUHAMMAD ALAYDRUS, ketua Yayasan Assalaam Bandung, mantan Ketua PW. NU. Jabar, dan mantan anggota MPR-RI. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 14 Februari 2013 / 3 Rabiul Akhir 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky